tanah airku

tanah airku tidak kulupakan.
kan kukenang selama hidupku...
biarpun aku pergi jauh...
tidak kan hilang dari kalbu...
tanah ku yang ku cintai...
tetap kusayangi....

Sabtu, 09 Januari 2010

Tarsir al-Ibriz

Tafsir al-Ibriz li Ma’rifati Tafsir al-Qur’an al-‘Aziz

A. Pendahuluan
Untuk memhami kandungannya, al-Qur’an harus ditafsirkan. Ke dalam bahasa pembacanya. Di Indonesia sendiri sudah banyak penafsiran-penafsiran al-Qur’an baik menggunakan bahasa Arab, Indonesia, Sunda maupun bahasa yang lain. Dalam makalah ini akan dibahas tentang penafsiran al-Qur’an berbahasa Jawa yang ditulis oleh K. Bisri Mustafa.
B. Pembahasan
a. Biografi
1. Masa kecil dan perjalanan ilmiahnya
K.H. Bisri Mustofa dikenal sebagai orang tokoh yang multi disipliner, selain sebagai seorang ulama’, penyair, negosiator, orator ulung, politikus yang cukup handal, dia juga seorang penulis yang produktif. Beliau adalah pendiri pondok pesantren Roudlatul Mujtahiddin Rembang.
Nama Aslinya adalah Mashadi. Dilahirkan di desa Sawahan, gang Palen, Rembang tahun 1915. Ia adalah anak dari pasangan H. Zainal Mustafa dan Khatijah. Namanya kemudian diganti menjadi Bisri Mustofa setelah ia menunaikan ibadah haji bersama keluarganya pada tahun 1923, yang terdiri dari ayah, ibu, serta adik-adiknya yaitu Salamah, Misbah (yang kelak juga menjadi ulama, pengarang tafsir al-Iklil), dan Ma’shum. Pada saat menunaikan ibadah haji itulah ayahnya meninggal dunia dan pada saat itu umur K. Bisri baru berumur 8 tahun.
Oleh kakak tirinya H. Zuhdi dia kemudian dimasukan ke sekolah H.I.S. (Hollands Inlands School) di Rembang. Akan tetapi ketika K. Kholil kasingan tahu bahwa Bisri masuk di sekolah milik Belanda itu beliau langsung mendatangi Zuhdi dan memberikan nasihat agar membatalkan rencananya tersebut. K. Khalil khawatir Bisri akan mempunyai watak seperti penjajah jika sekolah di H.I.S. Kemudian K. Khalil memasukannya ke sekolah Ongko Loro. Setelah lulus dari sekolah tersebut oleh H. Zuhdi, Bisri kemudian diperintahkan untuk mondok di tempat K. Khalil. Tapi tidak beberapa lama Bisri sudah tidak kerasan dan berhenti mondok. Setelah beberapa lama berhenti mondok Bisri kemudian diperintahkan untuk kembali mondok lagi. Disana awalnya dia tidak diajari banyak kitab kecuali al-Fiyah Ibnu Malik, itu pun pengajarannya belum dipegang oleh K. Kholil sendiri. Setelah belajar al-Fiyah dia belajar berbagai kitab, diantaranya fath al-wahab, al-Iqna’, Jam’ul Jawami’, Uqudul Juman dan lain-lain pada K. Kholil. Sejak saat itulah Bisri mulai menunjukan kelebihannya, dia pun mulai menjadi rujukan bagi santri-santri lainnya. Pada tahun 1932 Bisri meminta izin ke K. Kholil untuk pindah ke pesantren Tremas akan tetapi K. Khalil tidak mengizinkannya. Hal ini belakangan diketahui bahwa K. Khalil ingin menikahkan Bisri dengan putrinya yang bernama Ma’rufah.
Pada tahun perkawinannya Bisri diperintahkan oleh K. Khalil untuk turut hataman kitab Shahih Bukhari dan Muslim pada K.H. Hasyim Asy’ari Jombang, tetapi yang dibaca waktu itu adalah Shahih Muslim dan Tajrid Bukhari, itupun tidak dipegang sepenuhnya oleh K.H. Hasyim Asy’ari, karena kemudian beliau sakit dan pengajiannya dilanjutkan oleh K. Ilyas dan K. Baidhawi.
Sebagai seorang menantu seorang kiyai Bisri merasa perlu untuk memperdalam ilmu agamanya, maka dia kemudian meminta izin kepada mertuanya untuk pergi haji ke Makkah sekaligus menuntut ilmu disana. Disana dia belajar kepada beberapa syaikh diantaranya K.H. Bakir, K. Umar Hamdan al-Maghribi, Syaikh Maliki, Sayyid Amin, Syaikh Hasan Masyasyath, sayid Alwi dan K.H. Abdul Muhaimin.
2. Masa penjajahan dan karir politik
Pada 1942 ketika Jepang mendarat di sepanjang pesisir Rembang K. Bisri dan keluarganya mengungsi ke Sedan. Pada saat itu pondok pesantren sepi karena ditinggal para santrinya. Setelah Jepang mulai memerintah jawa mereka bertindak kasar, tidak manusiawi. Partai-partai juga dimatikan begitu juga NU dan Muhammadiyah. Pada tahun 1943 Jepang mengadakan latihan alim ulama’ dan K. Bisri diikutkan dalam angkatan kedua, mewakili Rembang. Guru-guru yang mengajar di pelatihan itu adalah H. Agus Salim, K. Wahab Hasbullah, dan K. Mas Manshur. Sebagai alumni pelatihan Bisri ditugaskan menjadi ketua Masyumi di daerah Rembang. Tidak lama kemudian jepang membentuk jawatan agama yang disebut Syumuka. Sebagai ketua di tingkat pusat adalah K.H. Hasyim Asy’ari dibantu oleh K. Wahid Hasyim. K. Bisri saat itu diangkat sebagai pembantu ketua di karisidenan Pati. Kemudian setelah Jepang dikalahkan oleh sekutu Belanda kembali lagi ke Indonesia ditengah siruasi pergolakan itu K. Bisri keluar dari jawatan agama Syumuka kemudian ikut berjuang bersama tentara Hizbullah dengan menjadi ketua cabang Masyumi Rembang. Pada masa kemerdekaan saat tentara PKI mengepung Rembang K. Bisri bersama keluarga hijrah lagi ke Sedan kemudian pindah ke Sarang. Disana kehidupannya sangat memprihatinkan. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya K. Bisri harus meramu dan menjual jamu.
Setelah Indonesia merdeka ia bergabung dengan Masyumi. Akan tetapi setelah NU keluar dari Masyumi secara total ia berjuang melalui NU. Tahun 1953 dia menjadi anggota kontstituante. Pun setelah terbit dekrit presiden tahun 1959, ketika dewan konstituante diubah menjadi majlis permusyawaratan rakyat, dia juga masuk kedalamnya.
Pada masa kampanye 1977, tepat hari rabu 17 Februari, K. Bisri yang menjadi juru kampanye andalan PPP meninggal dunia di R.S Karyadi Semarang. Ketika itu partai-partai politik yang ada disederhanakan oleh pemerintah menjadi tiga yaitu Golkar, PDI, PPP. Pada saat itu K. Bisri menjadi juru kampanye PPP yang merupakan gabungan dari partai-partai Islam.
3. Karya-karya K.H. Bisri Mustafa
Selain mengasuh pesantren K. Bisri juga merupakan seorang penulis yang produktif. Menurut Martin Van Brussenen karya yang dihasilkan K. Bisri lebih dari 100. sedangkanm menurut Zainal Huda, berdasarkan dari sumber utama (keluarga K. Bisri) karya K. Bisri berjumlah 176, namun tidak dapat diketahui semua. Diantara karya-karya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tafsir al-Ibriz 30 juz 16. al-Nabras
2. al-Ikhtsir/ ilmu hadis 17. Manasik Haji
3. Terjemah Bulughul Maram 18. Kasykul
4. Terjemah hadis Arba’in 19. al-Risalat al-Hasanat
5. Buku Islam dan Shalat 20. al-Washaya lil aba wal Abna
6. Buku Islam dan Tauhid 21. Islam dan KB
7. Akidah Ahlusunnah wal Jama’ah 22. Khutbah Juma’at
8. al-Baiquniyyah/ ilmu hadis 23. al- Khabibah
9. Tarjemah Syarah alfiyah ibnu Malik 24. Syair-syair Rajabiah
10. Terjemah syarah Imrithi 25. al-Mujahadah wal Riyadhah
11. Tarjamah sulamu al-Mu’awanah 26. Risalat al-Ijtihad wa al-Taklid
12. Safinah al-Shalat 27. Qowaid al-Fiqhiyah
13. Athaif al-Irsyad 28. Aqidah al-Awam
14. Tarjamah kitab Faraidh al-Bahiyah 29. Muniyah al-Zaman
15. al-Ta’liqat al-Mufidah lil qasidah 30. Cara-caranipun Ziarah lan
al-Munfarijah sinten kemawon wali sanga.
Selain karya-karya diatas, K. Bisri juga menulis drama, menggubah syair ngudi susila, dan juga tombo ati. Syair yang kedua inilah yang menjadi sangat terkenal bahkan banyak dilantunkan sampai saat ini. Beliau terbiasa menghabiskan malamnya untuk menulis selepas selesai mengajar para santrinya.
b. Seputar tentang kitab tafsir al-Ibriz
K. Bisri Mustofa sadar betul bahwa saat itu al-Qur’an sudah banyak diterjemahkan atau bahkan ditafsirkan ke berbagai bahasa diantaranya bahasa Jerman, Belanda, Inggris, Indonesia dan juga Sunda. Dia menganggap usaha untuk menafsirkan atau menerjemahkan al-Qur’an keberbagai bahasa adalah usaha yang mulia karena dengan hal itu umat Islam dari berbagai latar beakang bahasa yang berbeda bisa memahami pesan-pesan maupun makna yang dikandung al-Qur’an.
Dengan latar belakang tersebut K. Bisri ingin turut serta menyebarkan pesan al-Qur’an dengan menghadirkan tafsir al-Qur’an berbahasa Jawa. Selain untuk melestariakan bahasa Jawa, sebetulnya hal ini juga tidak terlepas dari kultur pesantren-pesantren tradisional di Jawa dimana penggunaan bahasa Jawa dalam memaknai al-Qur’an, Hadis dan juga kitab-kitab dari berbagai disiplin ilmu ke Islaman adalah suatu keniscayaan bahkan sudah menjadi tradisi. K. Bisri sendiri mengakui bahwa kitab tafsir yang ditulis ini adalah kitab tafsir yang sederhana, ringan, karena memang tujuannya adalah agar mudah dipahami serta dicerna terutama dikalangan para santri. Meskipun oleh penulisnya kitab ini dianggap sederhana namun juga perlu diakui dengan adanya penggunaan aksara Arab, walaupun menggunakan bahasa jawa, sasaran pembaca yang dituju bisa dikatakan terdidik. Pada kenyataannya tidak semua umat islam mampu membaca aksara Arab berbahasa jawa, apalagi makna gandul. Selain Tentunya makna gAndul ini juga menjadi keunikan tersendiri diantara kitab-kitab tafsir lainnya di Nusantara.
Pada kolofonnya tertera bahwa kitab ini selesai ditulis pada saat menjelang shubuh hari Kamis 20 Rajab 1379 H atau 28 Januari 1960 M di Rembang. Setelah selesai menulis kitab ini, K.Bisri memperlihatkan pada beberapa ulama ahli qur’an dari Kudus, diantaranya K. Arwani Amin(ulama ahli al-Qur’an, seorang pembawa sanad qiraah sab’ah), K. Abu Umar, K. Hisyam, K. Sya’roni Ahmadi, yang semua adalah para hafidz(panghafal) serta ulama ahli al-Qur’an untuk mentashihnya. Kitab ini terdiri dari tiga juz (jilid) yaitu juz pertama mencakup penafsiran juz 1-10 dalam surat al-Qur’an, juz kedua mencakup panafsiran juz 11-20 sedangkan juz ketiga mencakup juz 21-30, dengan ukuaran; untuk juz 1 panjangnya 24 cm, lebar 15,5 cm, tebalnya 3,5 cm. Juz 2 panjang dan lebarnya sama, dengan tebal 4 cm. Juz 3 panjang dan lebarnya juga sama, tebalnya 4,5 cm. Diterbitkan oleh penerbit Menara Kudus. Akan tetapi sejauh ini kami belum mendapatkan informasi kapan pertama kali kitab ini diterbitkan. Disisi lain mereka tidak mencantumkan tahun penerbitan, urutan cetakan serta infirmasi-informasi lain yang berkaitan dengan penerbitan. Meskipun sebenarnya kitab ini berkali-kali dicetak ulang namun tidak dicantumkan tahun serta urutan cetakannya. Hal ini bisa jadi dikarenakan K. Bisri memang telah menjual hak kepemilikan kitab ini pada penerbit Menara Kudus. Jadi hak cipta kitab ini sepenuhnya milik Menara Kudus.
Tafsir ini ditulis dengan menggunakan aksara Arab berbahasa jawa. Dengan sistem penulisannya adalah ayat al-Qur’an ditulis dibagian dalam kemudian diterjemahkan dengan makna gandul berbahasa jawa sedangkan penafsirannya diletakkan diluar garis dalam. Nomor ayat al-Qur’an diletakkan di akhir ayat sedangkan nomor urutan penafsiran diletakkan didepan. Edisi awal kitab ini terdiri dari tiga juz dengan total halaman 2270. Kemudian dalam perkembangannya ada lagi edisi yang berwujud 30 juz kitab kecil-kecil, satu juz (jilid) kitab mencakup penafsiran satu juz al-Qur’an. Disamping itu ada edisi yang berbahasa Indonesia. Namun untuk edisi yang terahir sejauh ini kami belum menemukannya. Baik edisi awal maupun edisi yang terpisah-pisah 30 juz tidak mencantumkan daftar isi. Walaupun sebetulnya masalah teknis tapi hal ini bisa menjadi kekurangan tersendiri bagi kitab ini , dimana orang bisa saja kesulitan ketika mencari ayat tertentu. Sedangkan untuk kata pengantar terdiri dari dua halaman, dimana disini K. Bisri juga mengemukakan sedikit alasan penulisan kitab ini seperti yang kami singgung diatas. Disamping itu dia juga menyebutkan sistematika penulisan kitab. Serta menyebut keterengan-keterangan lain yang terdapat dalam kitab ini, diantaranya Tanbih, faedah, muhimmah, Qisshah, meski dia sendiri tidak memberi penjelasan tentang maksud istilah-istilah tersebut.
Secara umum tafsir ini memang berbentuk global (ijmaliy), dengan menggunakan metode bi al ra’yi, namun meskipun demikian, pada beberapa tempat juga ada uraian-uaraian panafsiran yang cukup panjang. Di samping itu kadang juga dicantumkan berbagai qiraat dari para imam qiraah sab’ah. Corak kombinasi antara fiqih dan tasawuf pun bisa terlihat di kitab ini. Hal itu tidak terlepas dari kaitannya dengan latar belakang mufasirnya, dan juga kitab-kitab yang menjadi rujukan dalam tafsir ini, yakni tafsir Jalalain, Baidhawi, dan juga tafsir Khazin.

c. Tema-Tema Penting Dalam Tafsir Al-Ibriz
1. Huruf muqotho’ah
Sudah banyak ulasan mengenai arti dan ciri-ciri huruf-huruf yang tak berhubungan ini, yang muncul di pendahuluan dua puluh sembilan surah di dalam al-Qur’an. Begitu juga Bisri Mustafa dalam tafsir al-Ibriz menjelaskan huruf-hiruf muqhata’ah ini.
Karena dalam tafsir al-Ibriz memakai huruf jawa pegon (bahasa jawa dengan tulisan arab) penulis kesulitan untuk menampilkannya, maka kami gunakan tulisan Indonesia. Berkaitan dengan huruf-huruf muqhotho’ah didalam tafsir al-Ibriz disebutkan bahwa “ الم lan ugo huruf-huruf kang dadi kawitane surat kaya ص, ن, ق lan liya-liyane iku ora ono kang pirso tegese kejobo Allah Ta’ala dewe, mengkono mungguhe ulama’ salaf” yang dalam bahasa Indonesianya “ الم dan huruf-huruf yang menjadi permulaan surat seperti ص, ن, ق, dan yang lainnya itu tidak ada yang mengetahui maknanya kecuali hanya Allah, itulah pendapat ulama salaf”.
Dalam surat al-Baqarah ayat 1 dalam tafsir al-Ibriz disebutkan juga beberapa pendapat ulama’ mengenai huruf muqhotho’ah ini, tetapi tidak disebutkan siapakah ulama’ yang berpendapat tersebut. pertama, “alif berarti Allah, lam berarti lathif dan mim berarti majid, jadi huruf muqhotho’ah tersebut merupakan rumus bahwa Allah adalah maha Pengasih dan maha Agung. kedua, ”الم tersebut untuk pembukaan perintah karena untuk mendapatkan perhatian manusia”
Penafsiran huruf muqhatha’ah ini hampir sama dengan Asy-Syu’by dan jama’ah(mayoritas ulama). Dalam tafsir al-Khazin disebutkan “ الم dan huruf-huruf hija’i dalam awal surat termasuk huruf yang mutasyabih yang hanya Allah yang mengetahui maknanya dan itu termasuk rahasia al-Qur’an, dan kita mengimani huruf-huruf tersebut dan hanya Allah yang mengetahui maknanya. Hanya saja Bisri Mustafa menambahi dengan menyebutkan pendapat-penadapat Ulama’ lain.
2. Keterciptaan Manusia (Q.S. al-Nisa’ ayat: I)







Artinya: “Ingatlah wahai manusia, takutlah kamu semua kepada Tuhanmu. Yang telah menciptakan kamu semua dari jiwa (Adam) yang satu. Allah telah menciptakan dari jiwa tersebut istrinya dan Allah memperkembang biakan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan takutlah kamu semuanya kepada Allah, yang bertanya-tanya kamu semuanya kepada Allah dan takutlah kamu semua terhadap persaudaraan. Sesungguhnya Allah itu terhadap kamu semua adalah selalu mengawasi”. (Q.S. al-Nissa’: 1)
Adapaun penafsirannya adalah sebagai berikut “ingatlah wahai manusia, khususnya ahli Makkah dan manusia semuanya pada umumnya, bertakwalah kalian semua kepada Tuhan yang menciptakan kalian semua dari orang yang satu yaitu nabi Adam dan kemudian dari Adam dan Hawa Allah ta’ala menciptakan manusia yang banyak sekali, laki-laki dan perempuan, dan takutlah kalian semua terhadap Allah yang nama-Nya telah kamu pakai bersumpah, dan peliharalah persaudaraan jangan sampai terputus, sesungguhnya Allah itu selalu mengawasi amal-amal kamu semua).
Dalam penafsirannya ini Bisri Mushtafa menjelaskan yang dimaksud manusia disini adalah ahli makkah secara khusus dan manusia semuanya pada umumnya, kemudian yang dimaksud dengan jiwa yang satu (نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ) adalah nabi Adam .Dan Hawa diciptakan dari Adam.
3. Poligami (Q.S. Annisaa’: 3)






Dalam bahasa Indonesia: “Apabila kamu semua khawatir tidak bisa adil terhadap anak-anak yatim, maka menikahlah kamu semua dengan orang yang baik dari wanita-wanita yang kamu senangi, dua-dua, tiga-tiga, dan empat-empat. Dan apabila kamu semua khawatir tidak bisa adil maka satu saja, atau orang yang kamu miliki dari tangan kananmu, adapun yang satu itu lebih dekat kepada keadilan”.
Didalam tafsir al-Ibriz dijelaskan asbab al-Nuzul dari ayat tersebut, yang berbunyi“orang-orang Islam pada zaman awal kalau ada yang mendidik anak yatim perempuan dan bukan mukhrimnya (putri saudaranya seumpama) itu kebanyakan dinikahi. Ketika itu terjadilah ada orang yang beristri 8 samapi 10”. Namun dalam keterangan itu tidak disebut riwayat atau bersumber dari manakah asbab al-Nuzul tersebut. Kemudian dilanjutkan “ketika ayat 2 tersebut turun, kemudian orang-orang Islam ini pada khawatir tidak bisa adil dan banyak orang yang sumpek/terpojok kemudian Allah menurunkan ayat 3 ini”. Bisa dikatakan disini disebutkan ada hubungan munasabah antara ayat 2 dan 3.
Dalam tafsir al-Ibriz, ayat 3 surat al-Nisa’ dijelaskan “kalau kamu sekalian semua khawatir tidak bisa adil terhadap anak-anak yatim yang kamu didik maka menikahlah dua-dua saja atau tiga-tiga atau empat-empat dari perempuan yang kamu senangi”. Kata-kata yang digunakan disini yaitu “loro-loro, telu-telu, papat-papat” yang dalam bahasa indonesianya “dua-dua, tiga-tiga, empat-empat” secara sekilas kita akan memahami dua-dua berarti adalah empat, tetapi kemudian dijelaskan berikutnya “jangan sampai lebih dari empat”.
4. Tentang maskawin (Q.S. al-Nissa’: 4)




Dalam bahasa Indonesianya: “jika kamu semua menikah berilah kamu semuanya kepada beberapa orang perempuan, beberapa maskawinnya perempuan tersebut, dengan sebenar-benarnya memberikan. Maka apabila wanita-wanita itu senang hatinya terhadap kamu semuanya dari sesuatu yang tetap dari maskawin tersebut, maka makanlah kamu semua dari maskawin tersebut”.
Dalam tafsir al-Ibrizz dijelaskan: “apabila kamu semua menikah, berilah maskawin pada istri-istrimu dengan semestinya, sesuai dengan kehendakmu, dan apabila istrimu rela hatinya untuk mengembalikan maskawin tersebut, kamu semua diperbolehkan memakan pengembalian tersebut tanpa ada halangan apapun”. Begitulah Bisri Mushthafa dalam menafsirkan ayat tersebut, yaitu wajib bagi orang yang mau menikah memberikan maskawin bagi sang istri.
Menurut Q. Shaleh dan A.A. Dahlan dalam bukunya dijelaskan asbab al-nuzul ayat tersebut adalah dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa biasanya kaum bapak menerima dan menggunakan maskawin tanpa seizin putrinya. Maka turunlah ayat tersebut diatas sebagai larangan terhadap perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abu Shalih).
5. Soal masuk surga (Q.S. al-Baqarah: 62)



Tejemahan dalam bahasa Indonesianya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani dan golongan Shabi’ah, adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan orang-orang yang beramal baik maka bagi orang tersebut akan mendapat pahala dari Allah SWT dan tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”.
Dalam tafsir al-Ibrizz dikatkan: “orang-orang yang beriman terhadap nabi-nabi yang sebelum nabi Muhammad” jadi yang dimaksudkan orang yang beriman disini adalah orang yang beriman terhadap nabi sebelum nabi Muhammad saw, kemudian diteruskan “dan orang-orang Yahudi dan Nashrani dan golongan Shabi’ah” disini tidak diterangkan siapakah golongan shabi’ah tersebut. Kemudian dilanjutkan“siapa saja yang dari orang-prang yang tersebut diatas yang sekarang beriman terhadap Allah ta’ala dan hari kiamat serta beramal kebaikan yaitu melaksanakan syari’atnya nabi Muhammad saw, maka orang tersebut akan mendapat pahala amalnya disisi Allah dan tidak ada kekhawatiran dan tidak akan susah.
6. Hubungan Antar Umat Beragama (Q.S. al-Baqarah: 120)





Terjemahan bahasa indonesianya adalah: “Dan tidak akan senang hatinya terhadap kamu Muhammad, orang-orang Yahudi dan Nashrani. Sehingga kamu ikut kepada agamanya, (Yahudi dan Nashrani). Perintahkan wahai Muhammad sesungguhnya petunjuknya Allah itu adalah petunjuk yang sesungguhnya. Dan apabila kamu Muhammad mengikuti keinginan Yahudi dan Nashrani, sesudah datang kepadamu ilmu, maka Allah tidaklah menjadi kekasihmu lagi dan tidak akan ada yang menlongmu”.
Dalam penafsiran ayat tersebut dijelaskan orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan rela dan tidak suka hatinya terhadap Nabi Muhammad saw, kalau Nabi Muhammad itu belum mengikuti agamanya orang-orang Yahudi dan Nashrani tersebut Kemudian Bisri Musthafa menambahi dalam penjelasannya nahwa pendirian yang seperti itu sudah berulang kali ditampakkan oleh Yahudi dan Nashrani terhadap Nabi Muhammad saw, dengan alasan seperti itulah Nabi Muhammad saw diberitahu oleh Allah swt, dalam hal menjawab ucapannya yaitu supaya menjawab dengan jawaban: “ sesungguhnya petunjuk Allah swt (agama Islam) itu adalah sebenar-benarnya petunjuk, dan selainnya itu semua adalah tersesat”. Kemudian dilanjutkan dengan keterangan bahwa nabi Muhammad diperingatkan oleh Allah swt dengan perkataan: jangan sekali-kali kamu menuruti keinginannya orang Yahudi dan Nashrani.
Dalam penafsiran ini Bisri Mustafa menambahi keterangan yang lain yaitu dengan kata “tanbihun” yang menyatakan: “maka dari itu kita sebagai umat Islam khususnya para pemimpin harus berhati-hati, kita sudah diajarkan oleh Allah dalam hal sesungguhnya pendiriannya orang-orang Yahudi dan Nashrani dan juga golongan orang yang tidak suka terhadap Islam, kita harus selalu waspada, jangan sampai kita terjatuh mengikuti keinginan orang yang tidak suka terhadap agama Islam, yang keinginan-keinginan tadi menuju terhadap rusaknya agama Islam”. Begitulah keterengan tambahan yang disampaikan oleh Bisri Mustafa dalam penafsiran surat al-Baqarah ayat 120.
7. Agama Islam (Q.S. Ali Imran: 19)







Terjemahan bahasa Indonesianya adalah: “sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah adalah agama Islam. Dan tidak berbeda orang yang diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian diantara mereka, dan barang siapa yang kufur terhadap ayat-ayatnya Allah, maka sesungguhnya sangat cepat hisabnya”.
Berkaitan dengan ayat tersebut K. Bisri menafsirkan bahwa sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah agama Islam. Sedangkan golongan yang diberikan kitab Taurat, Injil (Yahudi dan Nasrani) sesunguhnya tidak ada perbedaan antara mereka, kecuali setelah diturunkan ilmu tauhid. Jadi sebetulnya adanya perselisihan mereka bukan karena tidak adanya petunjuk, tetapi lebih karena kedengkian dan keterlaluan mereka. hanya karena disebabkan. Di sini K. bisri juga mengukakan bahwa yang dimaksud ahli kitab adalah Yahudi dan Nasrani.


8. Mengikuti Pemerintah/Penguasa (Q.S. Annisa’: 59)






Terjemahan dalam bahasa Indonesianya : “Ingatlah wahai orang-orang yang beriman, ta’atlah kamu semua kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan taatlah kepada orang-orang yang mempunyai urusan (kekuasaan) dari kamu semuanya. Maka ketika kamu semua berlainan pendapat dalam sesuatu maka kembalilah kamu semua kepada Allah dan utusan-Nya. Jika kamu benar-benar beriman terhadap Allah dan hari akhir, dan itu lebih baik dan lebih bagus akibatnya”.
Dalam penafsirannya disebutkan “ingatlah wahai orang yang beriman ! taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, dan orang-orang yang menguasai urusan kalian semua. jika kalian pada berselisih tentang suatu hal, sesuatu yang menjadi perselisihan tersebut harus dikembalikan kepada kitab Allah dan Rasul-Nya. Dan apabila kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kiamat, mengembalikan sesuatu perkara kepada Allah dan Rasul-Nya itu lebih baik dari pada terus menerus berselisih atau memnuat keputusan berdasarkan pendapat. Dan itu lebih baik”. Disini Bisri Musthafa menerangkan apabila terjadi perselisihan pendapat maka harus dikembalikan kepada Allah yaitu Al-Qur’an dan Rasul-Nya atau Sunnah, dan itu lebih baik daripada terus menerus berselisih pendapat dan memutuskan menurut pendapat sendiri.
Kemudian Bisri Mustafa memberi tambahan keterangan dengan memberi 2 tanbih (peringatan). Pertama ; ta’at terhadap Ulil Amri itu wajib dengan syarat perintah tersebut tidak bertentangan dengan agama, sebab Nabi bersabda: ( لاطاعة لمخلوق فى معصية الخالق) “tidak diperbolehkan ta’at terhadap makhluk dalam hal ma’siat terhadap khalik”. Dalam keterangan yang pertama ini Bisri Mustafa mencantumkan potongan hadis akan tetapi tidak mencantumkan siapakah yang meriwayatkan hadis tersebut dan tidak pula menyebutkan kualitas hadis tersebut. Kemudian tanbih yang kedua: Kembali kepada al-Qur’an dan Hadis tidak berarti kita tidak diperbolehkan untuk memakai qias dan ijma’ atau pendapat para Mujtahid, sebab ijma’, qias atau pendapat mujtahid semua itu berdasarkan al-Qur’an dan Hadis.
9. Keterciptaan Alam Semesta (Q.S. al-baqarah: 29).




Terjemahan dalam bahasa Indonesianya adalah: “Allah adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu yang ada didalam bumi. Kemudian Allah menuju ke langit, kemudian menjadikannya tujuh lapis. Dan Allah maha mengetahui terhadap segala sesuatu”.
Dalam penafsirannya Bisri Mustafa mengkaitkan dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 28. Ada hubungan antar ayat disini. Menurut K. Bisri ayat tersebut didehului: “kalian semua itu bagaimana? mengapa kufur terhadap Allah, padahal kalian semua itu asalnya tidak ada. Kemudian diciptakan dan dihidupkan dan kemudian kalian akan mati. Dan sesudah itu akan dibangunkan (dihidupkan) kembali. Akhirnya kalian akan dihadapkan kepada Allah, yaitu Allah yang menciptakan kalian semua”.
Begitulah penafsiran ayat 28, kemudian disambung dengan ayat 29 yang berbunyi: “Tuhan yang menciptakan semua apa yang tersebar yang ada di bumi ini untuk kalian semua, kemudian sengaja menciptakan langit. Dengan menciptakannya menjadi tujuh lapis. Allah swt itu mengetahui segala sesuatu”.
d. Kesimpulan
Karya tafsir al-Ibriz ini sengaja ditulis dalam Bahasa Jawa, dengan tujuan supaya orang-orang lokal, Jawa, mampu memahami kandungan al-Qur’an dengan seksama. Karya tafsir ini ditampilkan dengan ungkapan yang ringan dan gampang dicerna oleh para santri dan orang awam sekalipun. Tentunya tafsir ini menjadi sebuah karakteristik tersendiri bagi khazanah tafsir di Indonesia, khususnya pada dekade 1900an. Apalagi tafsir ini dihadirkan dengan bentuk yang berbeda dengan tafsir-tafsir yang semasa dengannya, yaitu dengan menngunakan aksara Arab berbahasa Jawa, dengan menggunakan makna gandul.
e. Daftar Pustaka
Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim Al-Baghdadi, Tafsir al-Khazin libabi al-Ta’wiil fi Ma’ani al-Tanzil, dan Imam ibnu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Farrak al-Baghawi al-Syafi’I, Tafsi al-Baghawi al-Musamma ma’alim al-Tanzil, juz I, (Bairut: Dar al-Kutub Ilmiah).

Ayub, Mahmud Al-Qur’an dan Para Penafsirnya, Terj, Jil. I, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992).

Ghafur, Syaiful Amin, Profil Para Mufassir al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.

Huda, Ahmad Zainal, Mutiara Pesantren Perjalanan Hikmah K.H. Bisri Mustafa, Yogyakarta: LKiS, th. 2005.

Musthafa, Bisri, Al-Ibriiz Li Ma’rifati Tafsir Al-Qur’an Al-‘Aziz, juz 1-10 ( Kudus: Menara Kudus, 1959).

Shaleh, Q. dan Dahlan, A.A. dkk, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, Edisi Dua, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2004).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar